Jumat, 28 Februari 2014

Permulaan Munculnya Disiplin Ilmu Dalam Islam

Permulaan Munculnya Disiplin Ilmu Dalam Islam
Saat ini kita ketahui bahwa ilmu islam dibagi dalam beberapa bagian, sehingga seolah olah kita baru akan bisa memahami islam secara menyeluruh disaat kita menguasai dengan baik semua disipln ilmu tersebut. Kalau kita tengok ke belakang sebenarnya islam itu suatu ajaran yang sangat simple/mudah dan bisa dipahami serta dilaksanakan oleh semua kalangan masyarakat baik yang “terpelajar maupun yang kurang terpelajar selama tidak ada sebab yang menggugurkannya; misal: gila ataupun idiot”. Hal ini bisa kita lihat pada saat zaman rasulullah Muhammad saw. yang mana pengikutnya mulai dari bangsawan sampai ke budak belian, dari orang kota sampai orang pedalaman. Dan pada saat itu tidak ada pembagian ilmu dalam mempelajari islam.
Kita semua pasti sudah memahami bahwa ajaran islam itu bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan/disampaikan kepada Rasulullah Muhammad saw. yang kemudian disebarluaskan oleh beliau kepada seluruh umat manusia beserta dengan penjelasan pelaksanaannya. Pada saat itu sumber ilmu islam adalah terpusat pada Rasulullah Muhammad saw (bapak ilmu islam). Adalah fakta bahwa dahulu ketika turun wahyu kepada Rasul, maka rasulpun menyampaikan kepada para sahabat disertai dengan penjelasan pelaksanaannya dan apabila sahabat tidak mengerti atau ada sesuatu yang mengganjal pada perintah tersebut maka para sahabat tidak segan segan menanyakannya secara detail apa yang menjadi ganjalannya yang kemudian oleh rasul dijelaskan kembali ataupun ada jawaban langsung dari Allah yang berupa wahyu yang lainnya. Pada kemudian hari snapshot – snapshot peristiwa penjelasan Rasulullah tentang wahyu baik tentang artinya maupun penjelasan pelaksanaannya ini dibakukan dan dijadikan pedoman (tentunya setelah melalui penelitian kebenarannya) sebagai ilmu tafsir maupun masuk dalam ilmu hadits.

Perkembangan Disiplin Ilmu pasca wafatnya Rasulullah Muhammad saw
Umat islam pada zaman Abu bakar ra merupakan umat yang menjunjung tinggi persatuan, jarang sekali muncul masalah pada masa itu walaupun ada beberapa masalah yang muncul seperti pemberontak mengenai pembayaran zakat, itupun tidak berlangsung lama karena sang khalifah segera tanggap dengan hal ini, keadaan yang relatif kondusif pada saat itu berlangsung cukup lama sampai ketika Abu bakar ra dipanggil oleh sang khalik. Pada fase selanjutnya jabatan khalifah dipangku oleh Umar bin Khattab ra. Pada masa ini islam melakukan ekspansi teritorial yang signifikan hingga meliputi wilayah timur dan barat. Dengan perkembangan yang begitu pesatnya, musuh-musuh umat islam dari kaumYahudi, Nasrani dan Imperium Romawi berusaha untuk membunuh khalifah Umar bin Khattab ra, berawal dari itu umat islam mulai terpecah maka masuklah fitnah kedalam umat islam. Setelah wafatnya khalifah Umar bin Khattab ra, jabatan prestisius tersebut dilimpahkan kepada sahabat Ustman bin affan ra. Tidak berselang lama setelah wafatnya khalifah ustman pada tahun 35 H pecahlah perang Jamal pada tahun 36 H dan perang Shiffin tepat satu tahun setelah tragedi Jamal. Dimulai ketika khalifah Ali bin abi thalib ra lengser dari jabatan khalifah, munculah aliran dalam islam untuk pertama kalinya yaitu kelompok Syiah, mereka berpendapat kalau merekalah yang paling berhak memangku jabatan khalifah setelah Ali ra wafat.
Pada mulanya , kondisi tidak jauh berbeda dengan masa Nabi, namun separuh akhir masa Khulafaur Rasyidin , sebahagian aqidah (Ilmu Tauhid), mulai dibicarakan, seperti ; taqdir, penetapan siapakah yang kafir dan yang bukan, akibat dari Tahkim ( 37 H) antara ; Ali, Muawiyah , Amru bin Ash dan Abu Musa al-Asy’ari , yang memicu timbulnya kelompok Syi’ah , yang sangat mencintai Ali, lalu ditentang Khawarij pimpinan al-Asya’ts ibnu Qais al-Qindi, sehingga muncul pula kaum netral Murjiah yang tidak menghukum kafir orang mukmin yang berdosa besar, dipelopori sebahagian sahabat Ghailan ad-Dimsyiqi. Lalu muncul faham Qadariyah; manusialah yang menentukan nasibnya , yang dipelopori oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghailan ad-Dimsyiqi. Disusul faham Jabariyah , yang dipelopori oleh Jahm bin Safwan dan Ja’ad bin Dirham,dengan faham serba tuhan. Kedua faham ini (Qadariyah dan Jabbariyah ), terus tumbuh dan dianut sebahagian umat zaman itu (38H–139H).

Perkembangan Disiplin Ilmu Masa Bani Umayah (41 H s/d 131 H )
Pada masa ini , muncul pula faham Mu’tazilah yang diilhami dari faham Qadariyah terdahulu, yang tidak mengakui adanya Sifat Ma’âni Tuhan dan dengan konsepnya “manzilah baina manzilatain “ ada tempat diantara surga dan neraka bagi orang mukmin yang berdosa besar. Faham ini berjalan pada ( 80 H s/d 324 H), dengan memupuk “Ilmu Kalam” sebagai disiplin ilmunya, sejak Wasil bin Atha’( w 131 H) dengan kawannya, Umar bin Ubaid ( w 145 H ). memisahkan diri dari gurunya Hasan Basri ( w 110 H ), Oleh karena itu, maka diperkirakan gerakan Mu’tazilah ini, secara terkordinir mulai tahun 120 H , setelah Hasan Basri tiada, oleh kedua tokohnya tersebut. Maka, “Ilmu Tauhid” pada masa ini, menjelma dalam bentuk “Ilmu Kalam “, yang membicarakan kepercayaan Islam melalui logika , mantiq dan falsafat secara mendetail dan mendalam disamping dalil-dalil naqli yang mereka terima. Adapun kemudian Ilmu Falsafah membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya. Falsafah secara keseluruhan, mulai dikenal orang-orang Muslim Arab setelah mereka menaklukkan dan kemudian bergaul dengan bangsa-bangsa yang berlatar-belakang peradaban Yunani dan dunia pemikiran Yunani (Hellenisme). Hampir semua daerah menjadi sasaran pembebasan (fat'h, liberation) orang-orang Muslim telah terlebih dahulu mengalami Hellenisasi (disamping Kristenisasi). Daerah-daerah itu ialah Syria, Irak, Mesir dan Anatolia, dengan pusat-pusat Hellenisme yang giat seperti Damaskus, Atiokia, Harran, dan Aleksandria. Persia (Iran) pun, meski tidak mengalami Kristenisasi (tetap beragama Majusi atau Zoroastrianisme), juga sedikit banyak mengalami Hellenisasi, dengan Jundisapur sebagai pusat Hellenisme Persia. Ilmu Tasawuf pada masa ini juga mulai berkembang, yang mengacu pada kezuhudan dimasa Rasulullah. Yang ditandai oleh karya karya tasawuf antara lain Hasan al-Bashri ( 26 H – 110 H), beliau menulis sebuah kitab yang berjudul “Ri’ayat Huquq Alah” (Menjaga Hak-Hak Allah), Malik bin Dinar yang terkenal dengan kezuhudannya( w. 135 H )

Perkembangan Disiplin Ilmu Masa Bani Abbasiyah ( 132 H s/d 656 H )
Pada masa ini, “ Ilmu Tauhid “ muncul sebagai suatu disiplin Ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari Ilmu Kalam yang bukan system Tauhid Salaf, karena Ilmu Tauhid ini, berlandaskan dalil Naqli dan dalil ‘aqli, yang dasar dasarnya telah disusun oleh; Imam Hasan al-Asy’ari (w.324 H) dan Imam Mansur al-Maturidi (w 333 H ) secara rinci. Ilmu Tauhid sistem mereka inilah, yang dimasyhurkan dengan faham Ahlissunnah waljama’ah {Sunni} , karena ulama Tauhid Salafi, berakhir pada masa Abdullah Ibnu Sa’id al-Kalabi, Abi al-Abbas al-Qalansi dan al-Haris Ibnu Asad al-Muhasibi (300 H). Ilmu Tauhid system khalaf ( al-Asy’ari dan Maturidi ), sebagai lawan salaf ini, mendapat dukungan pula dari ulama – ulama “ ahlissunnah ” , seperti ; Imam al Ghazali (w 505 H ) dan ar-Razi (w 606 H ), yang kemudian dirampungkan oleh Imam as-Sanusi (833 H – 895 H ), dengan melalui teori sifat dua puluh dan sifat Istighna’ dengan sifat Iftiqar itu. sehingga Ilmu Kalam berjalan sendiri , ilmu Tauhid Sunni lain pula. Sedangkan ilmu Tauhid Salafi mendapat pencerahan kembali, oleh Ibnu Taimiyah ( 661 H s/d 724 H ) dan didukung oleh Ibnu Qayyim , yang tetap textbook , setelah + 400 tahun diimbangi oleh Tauhid Sunni. Karena itu, masyhurlah sebagai peletak dasar–dasar Ilmu Tauhid Sunni yang disandarkan kepada dua Imam ; yaitu Abul Hasan al-Asy’ari dan Abul Mansur al-Maturidi, karena merekalah yang pertama menyusun , mengumpulkan ilmu ini dan menjelaskan dalil-dalilnya secara terperinci, yang berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu diantara berbagai ilmu-ilmu agama lainnya.
Selain ilmu Tauhid, Tasawuf pada masa ini berkembang pesat dan mulai disebut sebagai fase tasawuf bukan lagi fase kezuhudan, disinilah mulai timbul istilah fana`, ittihad dan hulul. Dan disempurnakan pula pada tahap ini dalam fase konsolidasi (Tasawuf Sunni). Di antara tokoh pada fase ini adalah Abu yazid al-Busthami (w.263 H.) dengan konsep ittihadnya, Abu al-Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj ( 244 – 309 H. ) yang lebih dikenal dengan al-Hallaj dengan ajaran hululnya. Abu Hamid al-Ghazali (w.505 H) atau yang lebih dikenal dengan al-Ghazali. Abdul Qadir Al-Jailani ( w. 560/561 H). Sebuah tarekat besar dinisbahkan kepada beliau yaitu Tarekat Qadiriyah.
Adapun perkembangan berkaitan dengan kodifikasi Hadits dengan tingkatannya dan tinjauan detail tentang suatu masalah / hukum yang berdasar atasnya (ilmu Fiqh dan ilmu Hadits) sebenarnya sudah dimulai pada masa muawiyah namun baru pada masa dinasti Abbasiyah (131-415 H [750-974 M]) usaha penyusunan sistematik ilmu fiqh itu dan kodifikasinya berkembang menjadi seperti yang sebagian besar bertahan sampai sekarang.
Pada masa peralihan dari dinasti Umayah ke dinasti Abbasiyah itu hidup seorang sarjana fiqh yang terkenal, Abu Hanifah (79-148 H [699-767 M]). Aliran pikiran (madzhab, school of thought) Abu Hanifah terbentuk dalam lingkungan Irak dan suasana pemerintahan Abbasiyah. Tetapi dari masa dinasti Abbasiyah itu yang paling signifikan bagi pertumbuhan ilmu fiqh, seperti juga bagi pertumbuhan ilmu-ilmu yang lain, ialah masa pemerintahan Harun al-Rasyid (168-191 H [786-809 M]). Pada masa pemerintahannya itu hidup seorang teman dan murid Abu Hanifah yang hebat, Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim (113-182 H [732-798 M]). Harun al-Rasyid meminta kepada Abu Yusuf untuk menulis baginya buku tentang al-kharaj (semacam sistem perpajakan) menurut hukum Islam (fiqh). Abu Yusuf memenuhinya, tetapi buku yang ditulisnya dengan nama Kitab al-Kharaj itu menjadi lebih dari sekedar membahas soal perpajakan, melainkan telah menjelma menjadi usaha penyusunan sistematik dan kodifikasi ilmu fiqh yang banyak ditiru atau dicontoh oleh ahli-ahli yang datang kemudian. Lebih jauh lagi, menyerupai jejak pemikiran al-Awza’i dari Syria di masa Umayah tersebut di atas, Abu Yusuf dalam Kitab al-Kharaj menyajikan kembali sistem hukum yang dipraktekkan di zaman Umayah, khususnya sejak kekhalifahan Abd al-Malik ibn Marwan (64-85 H [685-705 M]), yang dalam memerintah berusaha meneladani praktek Khalifah ‘Umar ibn al-Khaththab. Oleh karena itu Kitab al-Kharaj banyak mengisahkan kembali kebijaksanaan Khalifah ‘Umar, yang agaknya juga dikagumi oleh Harun al-Rasyid sendiri. (Dalam pengantar untuk karyanya itu, Abu Yusuf dengan tegas dan tandas menasehati dan memperingatkan Harun al-Rasyid untuk menjalankan amanat pemerintahannya dengan adil, seperti yang telah dilakukan oleh ‘Umar).
Hampir semasa dengan Abu Hanifah di Irak (Kufah), tampil pula Anas ibn Malik (715-795) di Hijaz (Madinah). Aliran pikiran Abu Hanifah (madzhab Hanafi) banyak menggunakan analogi (qiyas) dan pertimbangan kebaikan umum (istishlah) dan tumbuh dalam lingkungan pemerintah pusat, sama halnya dengan aliran pikiran al-Awza’i di Syria (Damaskus) sebelumnya. Berbeda dengan keduanya itu, aliran pikiran Anas ibn Malik (madzhab Maliki) terbentuk oleh suasana lingkungan Hijaz, khususnya Madinah, yang sangat memperhatikan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Anas ibn Malik mempunyai seorang murid, yaitu Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (wafat 204 H [820 M]. Al-Syafi’i meneruskan tema aliran pikiran gurunya dan mengembangkannya dengan membangun teori yang ketat untuk menguji kebenaran sebuah laporan tentang sunnah, terutama tentang hadits yang diriwayatkan langsung dari Nabi. Tetapi al-Syafi’i juga menerima tema aliran pikiran Hanafi yang dipelajari dari al-Syaibani (wafat 186 H [805 M]), yaitu penggunaan analogi, dan mengembangkannya menjadi sebuah teori yang sistematika dan universal tentang metode memahami hukum. Dengan demikian maka al-Syafi’i berjasa meletakkan dasar-dasar teoritis tentang dua hal, yaitu, pertama, Sunnah, khususnya yang dalam bentuk Hadits, sebagai sumber memahami hukum Islam setelah al-Qur’an, dan, kedua, analogi atau qiyas sebagai metode rasional memahami dan mengembangkan hukum itu. Sementara itu, konsensus atau ijma’ yang ada dalam masyarakat, yang kebanyakan bersumber atau menjelma menjadi sejenis kebiasaan yang berlaku umum (al-’urf), juga diterima oleh al-Syafi’i, meskipun ia tidak pernah membangun teorinya yang tuntas. Dengan begitu pangkal tolak ilmu fiqh (ushul al-fiqh), berkat al-Syafi’i, ada empat, yaitu Kitab Suci, Sunnah Nabi, ijma’ dan qiyas.
Kitab Suci al-Qur’an telah dibukukan dalam sebuah buku terjilid (mushhaf) sejak masa khalifah Abu Bakr (atas saran ‘Umar) dan diseragamkan oleh ‘Utsman untuk seluruh Dunia Islam berdasarkan mushhaf peninggalan pendahulunya itu. Dalam hal ini Hadits berbeda dari al-Qur’an, karena kodifikasinya yang metodologis (dengan otentifikasi menurut teori al-Syafi’i) baru dimulai sekitar setengah abad setelah al-Syafi’i sendiri. Pelopor kodifikasi metodologi itu ialah al-Bukhari (wafat 256 H [870 M]), kemudian disusul oleh Muslim (wafat 261 H [875 M]), Ibn Majah (wafat 273 H [886 M]), Abu Dawud (wafat 275 H [888 M]), al-Turmudzi (wafat 279 H [892 M]) dan, akhirnya, al-Nasa’i (wafat 308 H [916 M]). Mereka ini kemudian menghasilkan kodifikasi metodologis Hadits yang selanjutnya dianggap bahan referensi utama di bidang hadits, dan secara keseluruhannya dikenal sebagai al-Kutub al-Sittah (Buku yang Enam).

Perkembangan Disiplin Ilmu Islam --- Sekarang
Adapun di Indonesia pada era sekarang disiplin keilmuan islam menurut Harun Nasution yang termasuk dalam kelompok dasar adalah tafsir, hadits, akidah/kalam (teologi), filsafat islam, tasawuf, tarekat, perbandingan agama dan perkembangan modern dalam perkembangan ilmu tafsir, hadits, kalam dan filsafat. Hal ini sedikit berbeda dengan disiplin keilmuan islam kelompok dasar menurut peraturan menteri agama RI 1985 Al qur an/ Tafsir, Hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum islam (fiqih), sejarah dan kebudayaan islam serta pendidikan islam. Wallahualam.

Disiplin Ilmu Islam Dalam Kerangka Dasar Islam Sebagai Langkah Pengamalan
Banyak ragam, jenis nama dan bentuk disiplin ilmu dalam islam ini membuat kalangan islam awam menjadi kebingungan sebagaimana telah kami gambarkan pada alinea pertama tulisan ini, dan menjadi hal yang menarik bagi kaum khawas sebagai senjata dan sarana untuk saling menjatuhkan demi pengikut dan keuntungan sekejab disadari maupun terlena. Awal perkembangan yang begitu indah dimana pengelompokkan disiplin ilmu itu menjadi suatu tembok kokoh pertahanan umat dan senjata tajam penghancur lawan, telah kabur, dan bahkan beralih fungsi hanya untuk mendapatkan gengsi semata.
Dengan mengikuti sistematik Iman, Islam dan Ihsan yang berasal dari Nabi Muhammad, dapat dikemukakan bahwa kerangka dasar agama Islam untuk pengamalan/mempermudah/metode penerapan dalam kehidupan nyata ada yang menggunakan metode urutan Akidah – Syareat – Akhlak (Mabda’ – Manhaj – Ghoyah) serta ada pula yang menggunakan Syareat – Tarekat – Hakikat – Ma’rifat.

Glossary
Akidah, menurut ilmu tentang asal usul kata (etimologi) adalah ikatan, sangkutan. Sedangkan menurut ilmu tentang definisi (terminologi) adalah iman, keyakinan. Karena itu, akidah selalu ditautkan dengan Rukun Iman yang merupakan asas seluruh ajaran Islam.
Syari’ah menurut etimologi, adalah jalan yang harus ditempuh. Menurut peristilahan, syari’ah adalah system norma (kaidah) Illahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, mengenai hubungan manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. adalah hukum dan aturan (Islam) yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat (Islam) juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat (Islam) merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Akhlak adalah sikap yang menimbulkan prilaku baik dan buruk. Berasal dari kata khuluk yang berarti perangai, sikap, perilaku, watak, budi pekerti. Sumber akhlak Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diridhoi Allah s.w.t. Secara praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa.
Hakikat artinya i`tikad atau kepercayaan sejati (mengenai Tuhan), maka hakikat ini pekerjaan hati. Sehingga tidak ada yang dilihat didengar selain Allah, atau gerak dan diam itu diyakini dalam hati pada hakikatnya adalah kekuasaan Allah. (Abdurrahman Siddik Al Banjari ,1857 kitab Amal Ma`rifat). Hakikat; adalah kebenaran, kenyataan (Poerwadarminta,1984) hakekat menyaring dan memusatkan aspek-aspek yang lebih rumit menjadi keterangan yang gamblang dan ringkas, hakikat mengandung pengertian-pengertian kedalam aspek yang penting dan instrinsik dari benda yang dianalisa (Konsep Dasain Interior II, Olih Solihat Karso). Hakikat berasal dari kata arab haqqo, yahiqqu, haqiqotan yang berarti kebenaran sedangkan dalam kamus ilmiah disebutkan bahwa hakikat adalah: Yang sebenarnya; sesungguhnya; keadaan yang sebenarnya (Partanto, pius A, M. Dahlan al barry, Kamus Ilmiah Populer, 1994, Arkola, Surabaya). Istilah bahasa hakikat berasal dari kata “Al-Haqq”, yang berarti kebenaran. Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran.
Makrifat, Dari segi bahasa Makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. yaitu perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW.”
Tafsir : tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci
Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan
Fiqh : tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum)
Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada Tuhan
Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran dan
Ilmu Tauhid, yaitu : Ilmu mengesakan Tuhan atau ilmu kepercayaan bahwa, hanya satu (Esa) Tuhan yang kita percayai dan disembah, atau ilmu mengistbatkan sifat esa kepada Tuhan
Ilmu Ushuluddin, yaitu : Ilmu pokok - pokok agama, dinamakan demikian karena, memang soal kepercayaan itu betul-betul menjadi dasar atau pokok segala soal yang lain-lain dalam agama.
Ilmu Kalam, yaitu : ilmu pembicaraan , karena dengan pembicaraan pembicaraanlah, pengetahuan ini dapat dijelaskan, dan dengan pembicaraan yang tepat menurut undang – undang berbicaralah , kepercayaan yang benar dapat ditanamkan. Juga dinamakan dengan ilmu Kalam, karena ilmu ini asal mulanya, banyak membicarakan tentang “ kalamullah Al-Qur'an “ Apakah ia qadîm atau baharu ? dan justru karena itu, ilmu ini ujungnya berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu , yang dipelopori oleh kaum Mu’tazilah ,sejak Wasil bin Atha’ memisahkan diri dari gurunya Hasan Basri yang diperkirakan pada tahun 105 H.
Ilmu Aqaid atau Aqaidul Iman yaitu : Ilmu ikatan ( buhulan) kepercayaan , karena dalam pengetahuan ini, ada pasal - pasal yang harus diikat , dibuhulkan erat-erat dalam hati yang harus menjadi kepercayaan yang teguh.kuat dan kokoh
Nafsiyah adalah sifat yang berhubungan dengan diri dzat Allah SWT, yaitu sifat wujud
Salabiyah adalah menafikkan yang meniadakan sifat yang mustahil bagi Allah SWT, dan sifat yang wajib, maksudnya membicarakan wujud itu sendiri yang terkelompok di dalamnya terdahulu, tiada bermula, kekal, berbeda dengan makhluk yang lainnya, berdiri dengan diri sendiri, Allah maha esa, misalnya sifat wajib dengan meniadakan sifat.
Ma’any (menjelaskan) adalah penggagasan tentang sifat yang wajib bagi Allah SWT. Menurut hukum akal tidak mungkin Allah SWT itu lemah) maka Allah SWT bersifat berkuasa, berkehendak, mengetahui, hidup, mendengar, melihat, berkata-kata.
Ma’nawiyah adalah hanya ditambah maha misalnya maha berkuasa, maha berkehendak, maha mengetahui, maha hidup, maha mendengar, maha melihat, maha berkata-kata.

Source
http://khazanahislamku.blogspot.com/2013/02/apa-itu-syariat-tarekat-hakikat-makrifat.html ; http://aswan67.wordpress.com/2013/03/25/pengertian-ilmu-tauhid-ilmu-kalam-ilmu-ushuluddin-ilmu-aqoid-dan-ilmu-teologi-islam/ ; http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Doktrin/Kalam1.html ; http://bpendidikan.blogspot.com/2011/01/1-sejarah-latar-belakang-munculnya.html ; http://lafire77.blogspot.com/2011/12/sejarah-latar-belakang-munculnya.html ; http://www.belbuk.com/pemikiran-kalam-teologi-islam-sejarah-ajaran-dan-perkembangannya-p-12658.html ; http://podoluhur.blogspot.com/2013/12/disiplin-ilmu-keislaman-tradisional_20.html____4/2/14/1602 ; http://riddicksoil.wordpress.com/tokoh/disiplin-ilmu-keislaman-tradisional/ ; http://edwinengelen.wordpress.com/dzikir-syariat-tarekat-hakikat-marifat/ ; http://nurulfaizah13.blogspot.com/2013/04/sejarah-timbulnya-persoalan-kalam-dalam.html ; http://syafieh.blogspot.com/2013/04/filsafat-islam-al-ghazali-dan-pemikiran.html ; http://supri-ozhora.blogspot.com/2012/04/arti-sifat-nafsiyah-salbiyah-maani-dan.html ; http://wismanarendra.blogspot.com/2010/10/review-buku-studi-islam-in... ; http://web.syarif.com/index.php?option=com_content&view=article&id=57:kerangka-dasar-islam&catid=29:religi&Itemid=37 ; http://nurfadhilaha.blogspot.com/ ; http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/22/menuju-integrasi-ilmu-ilmu-keislaman-dengan-ilmu-ilmu-umum/ ; http://syafieh.blogspot.com/2013/09/metodologi-studi-islam.html ; http://dany-momentum.blogspot.com/2009/09/disiplin-ilmu-keislaman-tradisional.html ; https://www.unismuh.ac.id/artikel_unismuh/3065-kurikulum-ilmu-ilmu-keislaman.html_____4-02-14__1600 ; https://www.facebook.com/MTA.ikhlas/posts/330255760427646 ; http://filsafat.kompasiana.com/2012/08/04/perdebatan-syariat-hakekat-dan-makrifat-482446.html ; http://nidaaul.blogspot.com/2012/11/pengertian-sejarah-dasar-teologi-ilmu.html ; http://pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/fiqih/ilmu-fiqih/100/sejarah-perkembangan-fiqh.html ; http://mfafannyafandi230487.blogspot.com/.....; http://sufihakekatdanmakrifat.blogspot.com/2011/03/ilmu-tauhid-pengenalan-mudah.html ; http://doritegal.wordpress.com/2013/06/02/syareat-tarikat-hakekat-dan-makrifat/ ; http://dualmode.kemenag.go.id/acis10/file/dokumen/06.ABDULROZAK.pdf ; http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/13/tujuh-dasar-keilmuan-islam-430507.html# ; http://saefulkangmas.blogspot.com/2013/05/konsep-dan-prospek-ilmu-keislaman.html ;

Sabtu, 15 Februari 2014

All Terrain Hot Spot

Ditugaskan ke daerah yang terpencil mungkin menantang bagi Anda. Tapi, ceritanya akan lain jika daerah tersebut ternyata tidak terjangkau sinyal, sementara Anda diwajibkan mengirim laporan dari sana. Tenang saja, dengan Iridium Go, masalah itu bisa diatasi. Iridium Go sendiri merupakan sebuah perangkat mobile Wi-Fi yang berfungsi sebagai sebuah hotspot. 
Uniknya, perangkat ini tidak menggunakan akses data operator, melainkan mengambil sinyal satelit dan mengubahnya menjadi hotspot Wi-Fi untuk smartphone atau tablet PC Anda. 
Dimensi Iridium Go cukup kecil. Dengan ukuran 11,4 x 8,2 x 2,5 sentimeter, perangkat portabel ini mudah diselipkan di dalam tas ransel. Bodinya pun diklaim tahan cuaca, termasuk saat berada di bawah siraman air hujan. Seperti telepon satelit, Anda bisa memanfaatkan Iridium Go sebagai sumber koneksi meski sedang berada di tengah laut, puncak gunung, atau gua sekalipun. Meski bisa digunakan sebagai hotspot Wi-Fi untuk 5 gadget sekaligus, kecepatan yang dijanjikan hanya mencapai 2,4Kbps. Kurang cepat jika digunakan untuk menonton film di YouTube, tapi akan sangat membantu ketika Anda memerlukan koneksi internet untuk mengirim pesan darurat lewat email. Sebagai fitur tambahan, perangkat ini telah dibekali dengan tombol darurat SOS yang akan langsung mengirimkan koordinat lokasi Anda ke satelit untuk kemudian dialihkan ke tim pencari dan penyelamat seperti tim SAR. Iridium Go rencananya akan dipasarkan mulai kuartal dua tahun ini dengan harga sekitar Rp9,6 juta.

Source : Oleh Andhika Arief | yangcanggih.com– Jum, 14 Feb 2014
Diakses via : http://id.berita.yahoo.com/iridium-hotspot-wi-fi-untuk-dibawa-ke-laut-031113989.html__15/2/14